Pengaruh Neraca Pembayaran Terhadap Kurs Valuta Asing
Neraca pembayaran atau balance of payment
merupakan ringkasan yang disusun secara sistematis untuk seluruh transaksi
ekonomi dari suatu negara dengan negara lainnya selama periode tertentu,
biasanya dalam kurun waktu satu tahun. Neraca pembayaran disusun berdasarkan
sistem pencatatan ganda (double entry-bookkeeping). Setiap transaksi
yang dicatat sebagai kredit diimbangi dengan transaksi yang dicatat sebagai
debit atau sebaliknya.
Transaksi yang menghasilkan devisa atau mata
uang asing dicatat sebagai kredit dan diberi tanda positif. Sebaliknya transaksi
yang mengeluarkan mata uang asing dicatat sebagai debit dan diberi tanda
negatif. Dengan memakai sistem pencatatan ganda, maka jumlah antara kredit dan
debit akan sama dengan nol. Walaupun pada kenyataannya neraca pembayaran
mungkin tidak sama dengan nol.
Neraca perdagangan dan neraca pembayaran sering
menjadi faktor yang dapat mendorong naik atau turunnya kurs mata uang suatu
negara. Kenaikan atau surplus dari neraca perdagangan dan neraca pembayaran
akan diinterpretasikan sebagai indikasi awal kemungkinan terjadinya apresiasi
suatu mata uang. Sebaliknya penurunan atau defisit neraca perdagangan dan
neraca pembayaran akan diterjemahkan sebagai indikasi awalnya terjadi
depresiasi mata uang suatu negara. Dengan adanya neraca pembayaran ini dapat
diketahui kapan suatu negara mengalami surplus maupun defisit.
Laporan neraca pembayaran terdiri dari beberapa
komponen utama. Adapun komponen neraca pembayaran yang banyak menjadi perhatian
para pelaku perdagangan mata uang asing adalah rekening berjalan, rekening
modal dan rekening cadangan resmi.
Rekening berjalan (current account)
menunjukkan transaksi internasional yang terdiri dari barang, jasa dan transfer
unilateral yang dihasilkan dalam periode tertentu. Selisih nilai antara
barang-barang ekspor dan impor disebut neraca perdagangan (balance of trade).
Transaksi ekspor impor barang dan jasa dicatat dalam neraca barang dan jasa (balance
on goods and service). Bantuan atau hibah luar negeri dicatat dalam
transfer unilateral. Jika total barang impor lebih besar daripada barang
ekspor, maka disebut defisit perdagangan. Jika nilai barang ekspor lebih besar
daripada impor disebut surplus perdagangan.
Rekening modal (capital account)
merupakan penerimaan bersih dari transaksi modal. Misalkan pembelian saham,
obligasi, pinjaman bank dan lain-lain. Rekening modal menunjukkan besarnya
investasi asing di dalam negeri dan investasi domestik di luar negeri.
Penjualan aset ke luar negeri dicatat sebagai
kredit, bertanda positif karena menghasilkan aliran modal masuk (capital
inflow). Pembelian aset dicatat sebagai debit, bertanda negatif karena
mengakibatkan aliran modal ke luar (capital outflow). Jika aliran modal
masuk lebih besar dibandingkan aliran modal ke luar, maka rekening modal akan
mengalami surplus.
Rekening cadangan (reserve account)
merupakan rekening yang mencatat seluruh transaksi pembelian atau penjualan
yang melibatkan aset-aset cadangan resmi negara. Intervensi bank sentral di
pasar valuta asing dengan membeli atau menjual mata uang domestik merupakan transaksi
yang dicatat pada rekening cadangan.
Jumlah antara neraca berjalan dengan neraca
modal adalah neraca transaksi cadangan resmi (official reserve transaction
balance). Surplus atau defisit pada neraca pembayaran mencerminkan surplus
atau defisit pada neraca transaksi cadangan resmi.
Neraca pembayaran dapat diformulasikan sebagai
berikut:
BOP = (X – M) +
(CI – CO) + (FB)
BOP = neraca pembayaran
X – M = neraca transaksi berjalan yang
merupakan selisih antara ekspor dan impor barang dan jasa.
CI – CO = neraca transaksi modal yang merupakan
selisih antara capital inflow CI dan capital outflow CO.
FB = neraca cadangan resmi negara.
Jika dalam keadaan kesetimbangan, maka neraca
pembayaran sama dengan nol. Jumlah antara neraca transaksi berjalan dengan
neraca modal adalah neraca cadangan resmi negara dengan tanda yang berlawanan.
Neraca cadangan resmi menunjukkan jumlah bersih dari cadangan internasional
yang harus bergerak antar pemerintah untuk membiayai transaksi
internasionalnya.
Pada keadaan kesetimbangan BOP = 0, maka
cadangan resmi negara adalah:
O = (X – M) + (CI – CO) + (FB)
(X – M) + (CI – CO) = – (FB)
Jika jumlah neraca transaksi berjalan dan
neraca modal lebih besar daripada nol. Artinya ada surplus permintaan terhadap
mata uang domestik. Adanya surplus permintaan terhadap mata uang domestik
berdampak pada apresiasinya mata uang domestik dan depresiasinya mata uang
asing.
Negara yang menganut sistem kurs mengambang
tidak berkewajiban untuk ikut menentukan kurs mata uang negaranya. Sehingga
tidak terjadi transaksi penjualan maupun pembelian terhadap cadangan devisa
resmi negara. Dengan demikian cadangan devisa resmi dapat dianggap nol.
Jika FB = 0, maka BOP dapat diformulasikan
sebagai berikut:
BOP = (X – M) + (CI – CO)
Pada kondisi tidak dalam kesetimbangan, BOP
akan surplus atau defisit. Neraca transaksi berjalan dan neraca modal tidak
sama dengan nol, maka secara otomatis kurs mata uang asing akan berubah untuk
penyesuaian agar BOP menjadi nol. Misal neraca berjalan defisit dan neraca
modal sama dengan nol, maka BOP akan kurang daripada nol, atau BOP mengalami
defisit. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
BOP = (X – M) + (CI – CO) + (FB)
Jika X – M < 0 dan CI – CO = 0 sedangkan FB
= 0, maka
(X – M) + (0) + (0) < 0 maka
BOP < 0 atau BOP mengalami defisit
Artinya ada kelebihan penawaran mata uang
domestik atau ada kelebihan permintaan mata uang asing. Dibutuhkan sejumlah
mata uang asing untuk dapat menutupi defisit. Namun pada negara yang menganut
sistem kurs mengambang, neraca cadangan devisa resmi sama dengan nol. Sehingga
untuk menutupi defisit dapat diselesaikan melalui mekanisme pasar.
Di pasar valuta asing akan terjadi perubahan
nilai tukar mata uang domestik menjadi lebih rendah atau mata uang domestik
mengalami depresiasi. Perubahan nilai tukar ini akan menyebabkan nilai BOP
menjadi nol. Dalam hal ini kesetimbangan neraca pembayaran tercapai dengan
mekanisme perubahan kurs di pasar valuta asing.
Pengaruh Neraca Pembayaran Terhadap Kurs Valuta Asing
Pengaruh neraca pembayaran terhadap kurs valuta
asing dapat dijelaskan sebagai berikut:
Kasus I.
Neraca transaksi berjalan yang merupakan
selisih antara ekspor dan impor barang dan jasa nilainya tidak sama dengan nol.
Misal nilai ekspor lebih kecil daripada impor, atau sebaliknya nilai ekspor
lebih besar daripada impor. Sedangkan nilai capital inflow sama
dengan capital outflow, dan nilainya selalu dalam satuan Dollar Amerika.
Misal untuk neraca pembayaran Indonesia, total
nilai ekspor dalam Dollar Amerika dinyatakan dengan $x dan total
nilai impor dalam Dollar Amerika dinyatakan dengan $m. Sedangkan
total nilai capital inflow dalam Dollar Amerika dinyatakan dengan $ci
dan total nilai capital outflow dalam Dollar Amerika dinyatakan dengan $co.
Nilai tukar Rupiah Indonesia terhadap Dollar Amerika dinyatakan dengan
kurs USD/IDR, satuan unit Rupiah per satu Dollar Amerika. Kurs USD/IDR pada
kondisi awal adalah USD/IDR(1) dan kurs setelah mengalami perubahan untuk
kesetimbangan BOP adalah USD/IDR(2). Untuk mempersingkat penulisan, maka
pembuktian matematisnya tidak diturunkan pada bahasan ini.
Pengaruh neraca pembayaran terhadap kurs dapat
dijelaskan dengan persamaan berikut:
Kurs kesetimbangan USD/IDR(2) ditentukan oleh
rasio antara nilai impor dan ekspor Indonesia. Jika rasio $m/$x
lebih besar daripada satu, maka rasio kurs USD/IDR(2)/USD/IDR(1) lebih besar
daripada satu. Artinya kurs USD/IDR menguat. Jika kurs USD/IDR mengalami
penguatan, maka Dollar Amerika mengalami apresiasi sedangkan Rupiah Indonesia
mengalami depresiasi.
Kasus II.
Ketika nilai ekspor tidak sama dengan impor dan
nilai capital inflow tidak sama dengan capital outflow, maka
neraca pembayaran dalam kondisi ketidaksetimbangan. Neraca pembayaran dapat
mengalami surplus atau BOP lebih besar daripada nol. Atau sebaliknya, neraca
pembayaran dapat mengalami defisit atau BOP lebih kecil daripada nol.
Pengaruh neraca pembayaran terhadap kurs dapat
dijelaskan dengan persamaan berikut:
Kondisi BOP akan surplus, jika
rasio ($m + $co)/($x + $ci) kurang
daripada satu. Dengan demikian rasio USD/IDR(2)/USD/IDR(1) memiliki nilai
kurang daripada satu. Artinya kurs USD/IDR melemah. Jika kurs USD/IDR melemah
artinya Dollar Amerika mengalami depresiasi dan Rupiah Indonesia mengalami
apresiasi.
Analisis Hubungan Neraca Perdagangan dengan Depresiasi Rupiah
Kalangan pengamat ekonomi dan
akademisi menilai, dampak depresiasi rupiah yang berkelanjutan akan
mempengaruhi defisit neraca perdagangan dan mengurangi cadangan devisa di
tengah turbulensi ekonomi global yang tak menentu. Pemerintah diminta tetap
membuka peluang masuknya investasi langsung (foreign direct investment-FDI)
tanpa menambah beban impor pada jangka pendek.
Menurut guru besar ekonomi UGM
Prof Dr Sri Adiningsih, untuk menyelamatkan cadangan devisa yang semakin
menyusut. Pemerintah perlu menerapkan kebijakan nilai tukar yang mengambang
bebas (free floating) sebagai pengganti kebijakan nilai tukar yang mengambang
terkendali (managed floating).
"Menurunnya penerimaan
ekspor juga dapat menyebabkan mata uang negara tersebut mengalami penurunan
nilai tukarnya relatif terhadap mata uang negara-negara lain. Penurunan ini
akan menyebabkan harga barang-barang negara yang bersangkutan menjadi lebih murah
dinilai dengan mata uang negara asing terjadi depresiasi nilai tukar
rupiah,"ujarnya kepada Neraca, Senin (23/2).
Dampak depresiasi nilai tukar
mata uang terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dilihat melalui pengaruhnya
terhadap pendapatan nasional. Secara sepintas nampaknya depresiasi akan
mendorong kenaikan volume ekspor dan menekan volume impor negara yang mengalami
depresiasi sehingga akan meningkatkan pendapatan. Namundalam kenyataannya,
dampak depresiasi tersebutdapat mempengaruhi neraca perdagangan melalui
perubahan pada terms of trade, dan pengaruh ini tidak selamanya bersifat
positif.
Pengaruh depresiasi terhadap
neraca perdagangan sangat tergantung pada elastisitas permintaan terhadap
ekspor dan permintaan terhadap impor. Semakin elastis permintaan impor dan
permintaan ekspor, maka pengaruh neraca perdagangan akan semakin stabil
(positif). Selain itu, depresiasi mungkin akan memperburuk nilai tukar
perdaganganinternasional. Memburuknya nilai tukar perdagangan ini akan
menyebabkan pengurangan cadangan devisa dan pada akhirnya akan menurunkan
pendapatan nasional.
Krisis nilai tukar ini dapat
memberikan pelajaran yang sangat berharga dalam menentukan kebijakan di masa
depan, maka upaya yang paling utama dan mendesak bagi Indonesia dewasa ini,
adalah program penyelamatan yang bisa mengembalikan kepercayaan masyarakat
serta menstabilkan kurs rupiah pada nilai tukar yang riil. Hingga akhir 2014
defisit neraca perdagangan Indonesia tercatat US$1,89 miliar, lebih rendah
ketimbang akhir 2013 yang mencapai US$4 miliar lebih. Apabila belanja negara
tak berkurang, maka kebijakan depresiasi kurs justru hanya akan menambah
tekanan pada harga-harga domestik, hingga intensitas dampaknya terhadap
perubahan kurs dapat mereda, akibat tekanan laju inflasi lanjut dimana tren
neraca perdagangan juga cenderung membaik.
Guru besar ekonomi Universitas
Brawijaya Prof Dr Ahmad Erani Yustika mengatakan, pengaruh depresiasi rupiah
menjadi faktor pemicu inflasi dari sisi impor. Impor Indonesia masih cukup
tinggi untuk keperluan bahan baku dan itu menyebabkan harga barang menjadi
mahal. Jika ini terus terjadi, maka tingkat suku bunga kredit tidak bisa
diturunkan sehingga makin menekan investasi. Pemerintah harus berjuang menjaga
inflasi agar tidak lebih tinggi dari 7%.
“Nilai tukar rupiah sepanjang
2015 diperkirakan akan berada di kisaran Rp 11.800 – Rp 12.250. Pemerintah
punya ruang untuk memerkuat rupiah asalkan defisit transaksi berjalan bisa
ditekan (baik dari sumber neraca barang, jasa, maupun modal), inflasi dapat
dimitigasi secara baik, dan instabilitas sektor keuangan dihindari. Ini tentu
saja pekerjaan yang tak mudah di tengah awan turbulensi ekonomi global,”
Dia pun menambahkan pergerakan
rupiah masih berfluktuasi bergantung pada publikasi berbagai data ekonomi
domestik maupun global. Namun, dalam tren jangka menengah hingga jangka
panjang, rupiah tidak memiliki faktor-faktor yang kuat untuk mendorong
penguatan. Kurs rupiah masih berisiko besar untuk kembali terdepresiasi karena
berbagai masalah masih mengadang, antara lain perubahan kebijakan ekonomi di
negara maju seperti Amerika Serikat.
Pokok pangkal kemerosotan nilai
rupiah sebenarnya karena suplai dolar AS yang masuk lebih rendah ketimbang US$
yang keluar dari Indonesia. Hal ini disebabkan oleh defisit neraca perdagangan
yang cukup tinggi, ini akibat tingginya nilai impor dibandingkan ekspor
nasional, terutama untuk komoditas bahan bakar minyak (BBM) dan pangan.
Padahal, pelemahan ekspor berarti pengurangan devisa masuk. Akibatnya,
kemampuan membayar barang impor pun melemah, cadangan devisa terkuras,
sementara kebutuhan US$ terus meningkat yang akhirnya menguatkan nilai tukar
dolar AS terhadap valuta lain di pasar global.
“Jika pemerintah serius
menyelesaikan terpuruknya rupiah, penguatan fundamental ekonomi harusnya tegas
memutus pembelian BBM impor. Ketergantungan kepada BBM impor, meskipun harganya
saat ini terus anjlok tetap menguras persediaan US$ dalam negeri. Kedua,
pemerintah harus konsisten melepaskan Indonesia dari cengkeraman pangan impor.
Ketiga, menguatkan sisi suplai valuta asing agar ekspor kita memiliki daya
saing, seperti efisiensi kelembagaan ekonomi pasar yang berbiaya murah. Selama
nilai rupiah tetap tenggelam dibandingkan US$, pertanda perekonomian bangsa
masih berpotensi melemah”
Pemerintah perlu mengeluarkan
suatu kebijakan di sektor rill agar mendorong pertumbuhannya. Neraca
perdagangan defisit mengakibatkan transaksi berjalan defisitnya semakin
melebar, karena biasanya defisit di sektor jasa, pendapatan dan sebagainya itu
bisa diatasi dengan surplus neraca perdagangan. Namun, dengan perkembangan
nilai komoditas saat ini, sepertinya susah mengharapkan surplus di neraca
perdagangan karena ekspor kita masih melambat sedangkan impor dan kebutuhan
investasi semakin tinggi,
Neraca perdagangan Indonesia di sektor
gas tidak bagus, karena harus mengimpor banyak dari luar karena gas di domestik
tidak bisa mencukupi kebutuhan dalam negeri. Permasalahan tersebut menciptakan
sentimen negatif ke pasar Selain itur, karena di satu sisi yang diandalkan oleh
Indonesia yaitu kebijakan moneter seperti intervensi maupun kebijakan suku
bunga.
Meski ada depresiasi kurs tapi
belum bisa mampu memperbaiki neraca perdagangan nasional. Mengingat 60% ekspor
nasional berupa barang non migas barang komoditas yang notabene harganya sedang
jatuh. Sedangkan dari sisi manufaktur sendiri bahan bakunya mayoritas impor,
jadi depresiasi kurs tidak banyak menguntungkan bagi Indonesia.
Oleh karenanya jika memang
pemerintah ingin memanfaatkan momen depresiasi kurs ini lebih menguntungkan,
maka pendekatan yang harus dibuat pemerintah yaitu dengan bagaimana mendorong
agar industri hilir dan menengah ini bisa berkembang agar impor bahan baku bisa
ditekan. "Ekspor kita masih terbatas komoditas bahan mentah yang nilainya
tidak besar, sedangkan impor kita juga tinggi sehingga sulit untuk bisa menekan
defisit neraca perdagangan nasional.
0 komentar:
Posting Komentar