RSS

Minggu, 10 Mei 2015

Pengaruh Neraca Pembayaran Terhadap Kurs Valuta Asing



Pengaruh Neraca Pembayaran Terhadap Kurs Valuta Asing

Neraca pembayaran atau balance of payment merupakan ringkasan yang disusun secara sistematis untuk seluruh transaksi ekonomi dari suatu negara dengan negara lainnya selama periode tertentu, biasanya dalam kurun waktu satu tahun. Neraca pembayaran disusun berdasarkan sistem pencatatan ganda (double entry-bookkeeping). Setiap transaksi yang dicatat sebagai kredit diimbangi dengan transaksi yang dicatat sebagai debit atau sebaliknya.
Transaksi yang menghasilkan devisa atau mata uang asing dicatat sebagai kredit dan diberi tanda positif. Sebaliknya transaksi yang mengeluarkan mata uang asing dicatat sebagai debit dan diberi tanda negatif. Dengan memakai sistem pencatatan ganda, maka jumlah antara kredit dan debit akan sama dengan nol. Walaupun pada kenyataannya neraca pembayaran mungkin tidak sama dengan nol.
Neraca perdagangan dan neraca pembayaran sering menjadi faktor yang dapat mendorong naik atau turunnya kurs mata uang suatu negara. Kenaikan atau surplus dari neraca perdagangan dan neraca pembayaran akan diinterpretasikan sebagai indikasi awal kemungkinan terjadinya apresiasi suatu mata uang. Sebaliknya penurunan atau defisit neraca perdagangan dan neraca pembayaran akan diterjemahkan sebagai indikasi awalnya terjadi depresiasi mata uang suatu negara. Dengan adanya neraca pembayaran ini dapat diketahui kapan suatu negara mengalami surplus maupun defisit.
Laporan neraca pembayaran terdiri dari beberapa komponen utama. Adapun komponen neraca pembayaran yang banyak menjadi perhatian para pelaku perdagangan mata uang asing adalah rekening berjalan, rekening modal dan rekening cadangan resmi.
Rekening berjalan (current account) menunjukkan transaksi internasional yang terdiri dari barang, jasa dan transfer unilateral yang dihasilkan dalam periode tertentu. Selisih nilai antara barang-barang ekspor dan impor disebut neraca perdagangan (balance of trade). Transaksi ekspor impor barang dan jasa dicatat dalam neraca barang dan jasa (balance on goods and service). Bantuan atau hibah luar negeri dicatat dalam transfer unilateral. Jika total barang impor lebih besar daripada barang ekspor, maka disebut defisit perdagangan. Jika nilai barang ekspor lebih besar daripada impor disebut surplus perdagangan.
Rekening modal (capital account) merupakan penerimaan bersih dari transaksi modal. Misalkan pembelian saham, obligasi, pinjaman bank dan lain-lain. Rekening modal menunjukkan besarnya investasi asing di dalam negeri dan investasi domestik di luar negeri.
Penjualan aset ke luar negeri dicatat sebagai kredit, bertanda positif karena menghasilkan aliran modal masuk (capital inflow). Pembelian aset dicatat sebagai debit, bertanda negatif karena mengakibatkan aliran modal ke luar (capital outflow). Jika aliran modal masuk lebih besar dibandingkan aliran modal ke luar, maka rekening modal akan mengalami surplus.
Rekening cadangan (reserve account) merupakan rekening yang mencatat seluruh transaksi pembelian atau penjualan yang melibatkan aset-aset cadangan resmi negara. Intervensi bank sentral di pasar valuta asing dengan membeli atau menjual mata uang domestik merupakan transaksi yang dicatat pada rekening cadangan.
Jumlah antara neraca berjalan dengan neraca modal adalah neraca transaksi cadangan resmi (official reserve transaction balance). Surplus atau defisit pada neraca pembayaran mencerminkan surplus atau defisit pada neraca transaksi cadangan resmi.
Neraca pembayaran dapat diformulasikan sebagai berikut:
BOP = (X – M) + (CI – CO) + (FB)
BOP = neraca pembayaran
X – M = neraca transaksi berjalan yang merupakan selisih antara ekspor dan impor barang dan jasa.
CI – CO = neraca transaksi modal yang merupakan selisih antara capital inflow CI dan capital outflow CO.
FB = neraca cadangan resmi negara.
Jika dalam keadaan kesetimbangan, maka neraca pembayaran sama dengan nol. Jumlah antara neraca transaksi berjalan dengan neraca modal adalah neraca cadangan resmi negara dengan tanda yang berlawanan. Neraca cadangan resmi menunjukkan jumlah bersih dari cadangan internasional yang harus bergerak antar pemerintah untuk membiayai transaksi internasionalnya.
Pada keadaan kesetimbangan BOP = 0, maka cadangan resmi negara adalah:
O = (X – M) + (CI – CO) + (FB)
(X – M) + (CI – CO) = – (FB)
Jika jumlah neraca transaksi berjalan dan neraca modal lebih besar daripada nol. Artinya ada surplus permintaan terhadap mata uang domestik. Adanya surplus permintaan terhadap mata uang domestik berdampak pada apresiasinya mata uang domestik dan depresiasinya mata uang asing.
Negara yang menganut sistem kurs mengambang tidak berkewajiban untuk ikut menentukan kurs mata uang negaranya. Sehingga tidak terjadi transaksi penjualan maupun pembelian terhadap cadangan devisa resmi negara. Dengan demikian cadangan devisa resmi dapat dianggap nol.
Jika FB = 0, maka BOP dapat diformulasikan sebagai berikut:
BOP = (X – M) + (CI – CO)
Pada kondisi tidak dalam kesetimbangan, BOP akan surplus atau defisit. Neraca transaksi berjalan dan neraca modal tidak sama dengan nol, maka secara otomatis kurs mata uang asing akan berubah untuk penyesuaian agar BOP menjadi nol. Misal neraca berjalan defisit dan neraca modal sama dengan nol, maka BOP akan kurang daripada nol, atau BOP mengalami defisit. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
BOP = (X – M) + (CI – CO) + (FB)
Jika X – M < 0 dan CI – CO = 0 sedangkan FB = 0,  maka
(X – M) + (0) + (0)  < 0 maka
BOP < 0 atau BOP mengalami defisit
Artinya ada kelebihan penawaran mata uang domestik atau ada kelebihan permintaan mata uang asing. Dibutuhkan sejumlah mata uang asing untuk dapat menutupi defisit. Namun pada negara yang menganut sistem kurs mengambang, neraca cadangan devisa resmi sama dengan nol. Sehingga untuk menutupi defisit dapat diselesaikan melalui mekanisme pasar.
Di pasar valuta asing akan terjadi perubahan nilai tukar mata uang domestik menjadi lebih rendah atau mata uang domestik mengalami depresiasi. Perubahan nilai tukar ini akan menyebabkan nilai BOP menjadi nol. Dalam hal ini kesetimbangan neraca pembayaran tercapai dengan mekanisme perubahan kurs di pasar valuta asing.
Pengaruh Neraca Pembayaran Terhadap Kurs Valuta Asing
Pengaruh neraca pembayaran terhadap kurs valuta asing dapat dijelaskan sebagai berikut:
Kasus I.
Neraca transaksi berjalan yang merupakan selisih antara ekspor dan impor barang dan jasa nilainya tidak sama dengan nol. Misal nilai ekspor lebih kecil daripada impor, atau sebaliknya nilai ekspor lebih besar daripada impor.  Sedangkan nilai capital inflow sama dengan capital outflow, dan nilainya selalu dalam satuan Dollar Amerika.
Misal untuk neraca pembayaran Indonesia, total nilai ekspor dalam Dollar Amerika dinyatakan dengan $x dan total nilai impor dalam Dollar Amerika dinyatakan dengan $m. Sedangkan total nilai capital inflow dalam Dollar Amerika dinyatakan dengan $ci dan total nilai capital outflow dalam Dollar Amerika dinyatakan dengan $co. Nilai tukar Rupiah Indonesia terhadap Dollar Amerika dinyatakan  dengan kurs USD/IDR, satuan unit Rupiah per satu Dollar Amerika. Kurs USD/IDR pada kondisi awal adalah USD/IDR(1) dan kurs setelah mengalami perubahan untuk kesetimbangan BOP adalah USD/IDR(2). Untuk mempersingkat penulisan, maka pembuktian matematisnya tidak diturunkan pada bahasan ini.
Pengaruh neraca pembayaran terhadap kurs dapat dijelaskan dengan persamaan berikut:
Description: Neraca pembayaran
Kurs kesetimbangan USD/IDR(2) ditentukan oleh rasio antara nilai impor dan ekspor Indonesia. Jika rasio $m/$x lebih besar daripada satu, maka rasio kurs USD/IDR(2)/USD/IDR(1) lebih besar daripada satu. Artinya kurs USD/IDR menguat. Jika kurs USD/IDR mengalami penguatan, maka Dollar Amerika mengalami apresiasi sedangkan Rupiah Indonesia mengalami depresiasi.
Kasus II.
Ketika nilai ekspor tidak sama dengan impor dan nilai capital inflow tidak sama dengan capital outflow, maka neraca pembayaran dalam kondisi ketidaksetimbangan. Neraca pembayaran dapat mengalami surplus atau BOP lebih besar daripada nol. Atau sebaliknya, neraca pembayaran dapat mengalami defisit atau BOP lebih kecil daripada nol.
Pengaruh neraca pembayaran terhadap kurs dapat dijelaskan dengan persamaan berikut:
Description: neraca pembayaran
 Kondisi BOP akan  surplus, jika rasio ($m + $co)/($x + $ci) kurang daripada satu. Dengan demikian rasio USD/IDR(2)/USD/IDR(1) memiliki nilai kurang daripada satu. Artinya kurs USD/IDR melemah. Jika kurs USD/IDR melemah artinya Dollar Amerika mengalami depresiasi dan Rupiah Indonesia mengalami apresiasi.
Analisis Hubungan Neraca Perdagangan dengan Depresiasi Rupiah
Kalangan pengamat ekonomi dan akademisi menilai, dampak depresiasi rupiah yang berkelanjutan akan mempengaruhi defisit neraca perdagangan dan mengurangi cadangan devisa di tengah turbulensi ekonomi global yang tak menentu. Pemerintah diminta tetap membuka peluang masuknya investasi langsung (foreign direct investment-FDI) tanpa menambah beban impor pada jangka pendek.
Menurut guru besar ekonomi UGM Prof Dr Sri Adiningsih, untuk menyelamatkan cadangan devisa yang semakin menyusut. Pemerintah perlu menerapkan kebijakan nilai tukar yang mengambang bebas (free floating) sebagai pengganti kebijakan nilai tukar yang mengambang terkendali (managed floating).
"Menurunnya penerimaan ekspor juga dapat menyebabkan mata uang negara tersebut mengalami penurunan nilai tukarnya relatif terhadap mata uang negara-negara lain. Penurunan ini akan menyebabkan harga barang-barang negara yang bersangkutan menjadi lebih murah dinilai dengan mata uang negara asing terjadi depresiasi nilai tukar rupiah,"ujarnya kepada Neraca, Senin (23/2).
Dampak depresiasi nilai tukar mata uang terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dilihat melalui pengaruhnya terhadap pendapatan nasional. Secara sepintas nampaknya depresiasi akan mendorong kenaikan volume ekspor dan menekan volume impor negara yang mengalami depresiasi sehingga akan meningkatkan pendapatan. Namundalam kenyataannya, dampak depresiasi tersebutdapat mempengaruhi neraca perdagangan melalui perubahan pada terms of trade, dan pengaruh ini tidak selamanya bersifat positif.
Pengaruh depresiasi terhadap neraca perdagangan sangat tergantung pada elastisitas permintaan terhadap ekspor dan permintaan terhadap impor. Semakin elastis permintaan impor dan permintaan ekspor, maka pengaruh neraca perdagangan akan semakin stabil (positif). Selain itu, depresiasi mungkin akan memperburuk nilai tukar perdaganganinternasional. Memburuknya nilai tukar perdagangan ini akan menyebabkan pengurangan cadangan devisa dan pada akhirnya akan menurunkan pendapatan nasional.
Krisis nilai tukar ini dapat memberikan pelajaran yang sangat berharga dalam menentukan kebijakan di masa depan, maka upaya yang paling utama dan mendesak bagi Indonesia dewasa ini, adalah program penyelamatan yang bisa mengembalikan kepercayaan masyarakat serta menstabilkan kurs rupiah pada nilai tukar yang riil. Hingga akhir 2014 defisit neraca perdagangan Indonesia tercatat US$1,89 miliar, lebih rendah ketimbang akhir 2013 yang mencapai US$4 miliar lebih. Apabila belanja negara tak berkurang, maka kebijakan depresiasi kurs justru hanya akan menambah tekanan pada harga-harga domestik, hingga intensitas dampaknya terhadap perubahan kurs dapat mereda, akibat tekanan laju inflasi lanjut dimana tren neraca perdagangan juga cenderung membaik.
Guru besar ekonomi Universitas Brawijaya Prof Dr Ahmad Erani Yustika mengatakan, pengaruh depresiasi rupiah menjadi faktor pemicu inflasi dari sisi impor. Impor Indonesia masih cukup tinggi untuk keperluan bahan baku dan itu menyebabkan harga barang menjadi mahal. Jika ini terus terjadi, maka tingkat suku bunga kredit tidak bisa diturunkan sehingga makin menekan investasi. Pemerintah harus berjuang menjaga inflasi agar tidak lebih tinggi dari 7%.
“Nilai tukar rupiah sepanjang 2015 diperkirakan akan berada di kisaran Rp 11.800 – Rp 12.250. Pemerintah punya ruang untuk memerkuat rupiah asalkan defisit transaksi berjalan bisa ditekan (baik dari sumber neraca barang, jasa, maupun modal), inflasi dapat dimitigasi secara baik, dan instabilitas sektor keuangan dihindari. Ini tentu saja pekerjaan yang tak mudah di tengah awan turbulensi ekonomi global,”
Dia pun menambahkan pergerakan rupiah masih berfluktuasi bergantung pada publikasi berbagai data ekonomi domestik maupun global. Namun, dalam tren jangka menengah hingga jangka panjang, rupiah tidak memiliki faktor-faktor yang kuat untuk mendorong penguatan. Kurs rupiah masih berisiko besar untuk kembali terdepresiasi karena berbagai masalah masih mengadang, antara lain perubahan kebijakan ekonomi di negara maju seperti Amerika Serikat.
Pokok pangkal kemerosotan nilai rupiah sebenarnya karena suplai dolar AS yang masuk lebih rendah ketimbang US$ yang keluar dari Indonesia. Hal ini disebabkan oleh defisit neraca perdagangan yang cukup tinggi, ini akibat tingginya nilai impor dibandingkan ekspor nasional, terutama untuk komoditas bahan bakar minyak (BBM) dan pangan. Padahal, pelemahan ekspor berarti pengurangan devisa masuk. Akibatnya, kemampuan membayar barang impor pun melemah, cadangan devisa terkuras, sementara kebutuhan US$ terus meningkat yang akhirnya menguatkan nilai tukar dolar AS terhadap valuta lain di pasar global.
“Jika pemerintah serius menyelesaikan terpuruknya rupiah, penguatan fundamental ekonomi harusnya tegas memutus pembelian BBM impor. Ketergantungan kepada BBM impor, meskipun harganya saat ini terus anjlok tetap menguras persediaan US$ dalam negeri. Kedua, pemerintah harus konsisten melepaskan Indonesia dari cengkeraman pangan impor. Ketiga, menguatkan sisi suplai valuta asing agar ekspor kita memiliki daya saing, seperti efisiensi kelembagaan ekonomi pasar yang berbiaya murah. Selama nilai rupiah tetap tenggelam dibandingkan US$, pertanda perekonomian bangsa masih berpotensi melemah”
Pemerintah perlu mengeluarkan suatu kebijakan di sektor rill agar mendorong pertumbuhannya. Neraca perdagangan defisit mengakibatkan transaksi berjalan defisitnya semakin melebar, karena biasanya defisit di sektor jasa, pendapatan dan sebagainya itu bisa diatasi dengan surplus neraca perdagangan. Namun, dengan perkembangan nilai komoditas saat ini, sepertinya susah mengharapkan surplus di neraca perdagangan karena ekspor kita masih melambat sedangkan impor dan kebutuhan investasi semakin tinggi,
Neraca perdagangan Indonesia di sektor gas tidak bagus, karena harus mengimpor banyak dari luar karena gas di domestik tidak bisa mencukupi kebutuhan dalam negeri. Permasalahan tersebut menciptakan sentimen negatif ke pasar Selain itur, karena di satu sisi yang diandalkan oleh Indonesia yaitu kebijakan moneter seperti intervensi maupun kebijakan suku bunga.
Meski ada depresiasi kurs tapi belum bisa mampu memperbaiki neraca perdagangan nasional. Mengingat 60% ekspor nasional berupa barang non migas barang komoditas yang notabene harganya sedang jatuh. Sedangkan dari sisi manufaktur sendiri bahan bakunya mayoritas impor, jadi depresiasi kurs tidak banyak menguntungkan bagi Indonesia.
Oleh karenanya jika memang pemerintah ingin memanfaatkan momen depresiasi kurs ini lebih menguntungkan, maka pendekatan yang harus dibuat pemerintah yaitu dengan bagaimana mendorong agar industri hilir dan menengah ini bisa berkembang agar impor bahan baku bisa ditekan. "Ekspor kita masih terbatas komoditas bahan mentah yang nilainya tidak besar, sedangkan impor kita juga tinggi sehingga sulit untuk bisa menekan defisit neraca perdagangan nasional.

0 komentar:

Posting Komentar

Pengaruh Neraca Pembayaran Terhadap Kurs Valuta Asing



Pengaruh Neraca Pembayaran Terhadap Kurs Valuta Asing

Neraca pembayaran atau balance of payment merupakan ringkasan yang disusun secara sistematis untuk seluruh transaksi ekonomi dari suatu negara dengan negara lainnya selama periode tertentu, biasanya dalam kurun waktu satu tahun. Neraca pembayaran disusun berdasarkan sistem pencatatan ganda (double entry-bookkeeping). Setiap transaksi yang dicatat sebagai kredit diimbangi dengan transaksi yang dicatat sebagai debit atau sebaliknya.
Transaksi yang menghasilkan devisa atau mata uang asing dicatat sebagai kredit dan diberi tanda positif. Sebaliknya transaksi yang mengeluarkan mata uang asing dicatat sebagai debit dan diberi tanda negatif. Dengan memakai sistem pencatatan ganda, maka jumlah antara kredit dan debit akan sama dengan nol. Walaupun pada kenyataannya neraca pembayaran mungkin tidak sama dengan nol.
Neraca perdagangan dan neraca pembayaran sering menjadi faktor yang dapat mendorong naik atau turunnya kurs mata uang suatu negara. Kenaikan atau surplus dari neraca perdagangan dan neraca pembayaran akan diinterpretasikan sebagai indikasi awal kemungkinan terjadinya apresiasi suatu mata uang. Sebaliknya penurunan atau defisit neraca perdagangan dan neraca pembayaran akan diterjemahkan sebagai indikasi awalnya terjadi depresiasi mata uang suatu negara. Dengan adanya neraca pembayaran ini dapat diketahui kapan suatu negara mengalami surplus maupun defisit.
Laporan neraca pembayaran terdiri dari beberapa komponen utama. Adapun komponen neraca pembayaran yang banyak menjadi perhatian para pelaku perdagangan mata uang asing adalah rekening berjalan, rekening modal dan rekening cadangan resmi.
Rekening berjalan (current account) menunjukkan transaksi internasional yang terdiri dari barang, jasa dan transfer unilateral yang dihasilkan dalam periode tertentu. Selisih nilai antara barang-barang ekspor dan impor disebut neraca perdagangan (balance of trade). Transaksi ekspor impor barang dan jasa dicatat dalam neraca barang dan jasa (balance on goods and service). Bantuan atau hibah luar negeri dicatat dalam transfer unilateral. Jika total barang impor lebih besar daripada barang ekspor, maka disebut defisit perdagangan. Jika nilai barang ekspor lebih besar daripada impor disebut surplus perdagangan.
Rekening modal (capital account) merupakan penerimaan bersih dari transaksi modal. Misalkan pembelian saham, obligasi, pinjaman bank dan lain-lain. Rekening modal menunjukkan besarnya investasi asing di dalam negeri dan investasi domestik di luar negeri.
Penjualan aset ke luar negeri dicatat sebagai kredit, bertanda positif karena menghasilkan aliran modal masuk (capital inflow). Pembelian aset dicatat sebagai debit, bertanda negatif karena mengakibatkan aliran modal ke luar (capital outflow). Jika aliran modal masuk lebih besar dibandingkan aliran modal ke luar, maka rekening modal akan mengalami surplus.
Rekening cadangan (reserve account) merupakan rekening yang mencatat seluruh transaksi pembelian atau penjualan yang melibatkan aset-aset cadangan resmi negara. Intervensi bank sentral di pasar valuta asing dengan membeli atau menjual mata uang domestik merupakan transaksi yang dicatat pada rekening cadangan.
Jumlah antara neraca berjalan dengan neraca modal adalah neraca transaksi cadangan resmi (official reserve transaction balance). Surplus atau defisit pada neraca pembayaran mencerminkan surplus atau defisit pada neraca transaksi cadangan resmi.
Neraca pembayaran dapat diformulasikan sebagai berikut:
BOP = (X – M) + (CI – CO) + (FB)
BOP = neraca pembayaran
X – M = neraca transaksi berjalan yang merupakan selisih antara ekspor dan impor barang dan jasa.
CI – CO = neraca transaksi modal yang merupakan selisih antara capital inflow CI dan capital outflow CO.
FB = neraca cadangan resmi negara.
Jika dalam keadaan kesetimbangan, maka neraca pembayaran sama dengan nol. Jumlah antara neraca transaksi berjalan dengan neraca modal adalah neraca cadangan resmi negara dengan tanda yang berlawanan. Neraca cadangan resmi menunjukkan jumlah bersih dari cadangan internasional yang harus bergerak antar pemerintah untuk membiayai transaksi internasionalnya.
Pada keadaan kesetimbangan BOP = 0, maka cadangan resmi negara adalah:
O = (X – M) + (CI – CO) + (FB)
(X – M) + (CI – CO) = – (FB)
Jika jumlah neraca transaksi berjalan dan neraca modal lebih besar daripada nol. Artinya ada surplus permintaan terhadap mata uang domestik. Adanya surplus permintaan terhadap mata uang domestik berdampak pada apresiasinya mata uang domestik dan depresiasinya mata uang asing.
Negara yang menganut sistem kurs mengambang tidak berkewajiban untuk ikut menentukan kurs mata uang negaranya. Sehingga tidak terjadi transaksi penjualan maupun pembelian terhadap cadangan devisa resmi negara. Dengan demikian cadangan devisa resmi dapat dianggap nol.
Jika FB = 0, maka BOP dapat diformulasikan sebagai berikut:
BOP = (X – M) + (CI – CO)
Pada kondisi tidak dalam kesetimbangan, BOP akan surplus atau defisit. Neraca transaksi berjalan dan neraca modal tidak sama dengan nol, maka secara otomatis kurs mata uang asing akan berubah untuk penyesuaian agar BOP menjadi nol. Misal neraca berjalan defisit dan neraca modal sama dengan nol, maka BOP akan kurang daripada nol, atau BOP mengalami defisit. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
BOP = (X – M) + (CI – CO) + (FB)
Jika X – M < 0 dan CI – CO = 0 sedangkan FB = 0,  maka
(X – M) + (0) + (0)  < 0 maka
BOP < 0 atau BOP mengalami defisit
Artinya ada kelebihan penawaran mata uang domestik atau ada kelebihan permintaan mata uang asing. Dibutuhkan sejumlah mata uang asing untuk dapat menutupi defisit. Namun pada negara yang menganut sistem kurs mengambang, neraca cadangan devisa resmi sama dengan nol. Sehingga untuk menutupi defisit dapat diselesaikan melalui mekanisme pasar.
Di pasar valuta asing akan terjadi perubahan nilai tukar mata uang domestik menjadi lebih rendah atau mata uang domestik mengalami depresiasi. Perubahan nilai tukar ini akan menyebabkan nilai BOP menjadi nol. Dalam hal ini kesetimbangan neraca pembayaran tercapai dengan mekanisme perubahan kurs di pasar valuta asing.
Pengaruh Neraca Pembayaran Terhadap Kurs Valuta Asing
Pengaruh neraca pembayaran terhadap kurs valuta asing dapat dijelaskan sebagai berikut:
Kasus I.
Neraca transaksi berjalan yang merupakan selisih antara ekspor dan impor barang dan jasa nilainya tidak sama dengan nol. Misal nilai ekspor lebih kecil daripada impor, atau sebaliknya nilai ekspor lebih besar daripada impor.  Sedangkan nilai capital inflow sama dengan capital outflow, dan nilainya selalu dalam satuan Dollar Amerika.
Misal untuk neraca pembayaran Indonesia, total nilai ekspor dalam Dollar Amerika dinyatakan dengan $x dan total nilai impor dalam Dollar Amerika dinyatakan dengan $m. Sedangkan total nilai capital inflow dalam Dollar Amerika dinyatakan dengan $ci dan total nilai capital outflow dalam Dollar Amerika dinyatakan dengan $co. Nilai tukar Rupiah Indonesia terhadap Dollar Amerika dinyatakan  dengan kurs USD/IDR, satuan unit Rupiah per satu Dollar Amerika. Kurs USD/IDR pada kondisi awal adalah USD/IDR(1) dan kurs setelah mengalami perubahan untuk kesetimbangan BOP adalah USD/IDR(2). Untuk mempersingkat penulisan, maka pembuktian matematisnya tidak diturunkan pada bahasan ini.
Pengaruh neraca pembayaran terhadap kurs dapat dijelaskan dengan persamaan berikut:
Description: Neraca pembayaran
Kurs kesetimbangan USD/IDR(2) ditentukan oleh rasio antara nilai impor dan ekspor Indonesia. Jika rasio $m/$x lebih besar daripada satu, maka rasio kurs USD/IDR(2)/USD/IDR(1) lebih besar daripada satu. Artinya kurs USD/IDR menguat. Jika kurs USD/IDR mengalami penguatan, maka Dollar Amerika mengalami apresiasi sedangkan Rupiah Indonesia mengalami depresiasi.
Kasus II.
Ketika nilai ekspor tidak sama dengan impor dan nilai capital inflow tidak sama dengan capital outflow, maka neraca pembayaran dalam kondisi ketidaksetimbangan. Neraca pembayaran dapat mengalami surplus atau BOP lebih besar daripada nol. Atau sebaliknya, neraca pembayaran dapat mengalami defisit atau BOP lebih kecil daripada nol.
Pengaruh neraca pembayaran terhadap kurs dapat dijelaskan dengan persamaan berikut:
Description: neraca pembayaran
 Kondisi BOP akan  surplus, jika rasio ($m + $co)/($x + $ci) kurang daripada satu. Dengan demikian rasio USD/IDR(2)/USD/IDR(1) memiliki nilai kurang daripada satu. Artinya kurs USD/IDR melemah. Jika kurs USD/IDR melemah artinya Dollar Amerika mengalami depresiasi dan Rupiah Indonesia mengalami apresiasi.
Analisis Hubungan Neraca Perdagangan dengan Depresiasi Rupiah
Kalangan pengamat ekonomi dan akademisi menilai, dampak depresiasi rupiah yang berkelanjutan akan mempengaruhi defisit neraca perdagangan dan mengurangi cadangan devisa di tengah turbulensi ekonomi global yang tak menentu. Pemerintah diminta tetap membuka peluang masuknya investasi langsung (foreign direct investment-FDI) tanpa menambah beban impor pada jangka pendek.
Menurut guru besar ekonomi UGM Prof Dr Sri Adiningsih, untuk menyelamatkan cadangan devisa yang semakin menyusut. Pemerintah perlu menerapkan kebijakan nilai tukar yang mengambang bebas (free floating) sebagai pengganti kebijakan nilai tukar yang mengambang terkendali (managed floating).
"Menurunnya penerimaan ekspor juga dapat menyebabkan mata uang negara tersebut mengalami penurunan nilai tukarnya relatif terhadap mata uang negara-negara lain. Penurunan ini akan menyebabkan harga barang-barang negara yang bersangkutan menjadi lebih murah dinilai dengan mata uang negara asing terjadi depresiasi nilai tukar rupiah,"ujarnya kepada Neraca, Senin (23/2).
Dampak depresiasi nilai tukar mata uang terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dilihat melalui pengaruhnya terhadap pendapatan nasional. Secara sepintas nampaknya depresiasi akan mendorong kenaikan volume ekspor dan menekan volume impor negara yang mengalami depresiasi sehingga akan meningkatkan pendapatan. Namundalam kenyataannya, dampak depresiasi tersebutdapat mempengaruhi neraca perdagangan melalui perubahan pada terms of trade, dan pengaruh ini tidak selamanya bersifat positif.
Pengaruh depresiasi terhadap neraca perdagangan sangat tergantung pada elastisitas permintaan terhadap ekspor dan permintaan terhadap impor. Semakin elastis permintaan impor dan permintaan ekspor, maka pengaruh neraca perdagangan akan semakin stabil (positif). Selain itu, depresiasi mungkin akan memperburuk nilai tukar perdaganganinternasional. Memburuknya nilai tukar perdagangan ini akan menyebabkan pengurangan cadangan devisa dan pada akhirnya akan menurunkan pendapatan nasional.
Krisis nilai tukar ini dapat memberikan pelajaran yang sangat berharga dalam menentukan kebijakan di masa depan, maka upaya yang paling utama dan mendesak bagi Indonesia dewasa ini, adalah program penyelamatan yang bisa mengembalikan kepercayaan masyarakat serta menstabilkan kurs rupiah pada nilai tukar yang riil. Hingga akhir 2014 defisit neraca perdagangan Indonesia tercatat US$1,89 miliar, lebih rendah ketimbang akhir 2013 yang mencapai US$4 miliar lebih. Apabila belanja negara tak berkurang, maka kebijakan depresiasi kurs justru hanya akan menambah tekanan pada harga-harga domestik, hingga intensitas dampaknya terhadap perubahan kurs dapat mereda, akibat tekanan laju inflasi lanjut dimana tren neraca perdagangan juga cenderung membaik.
Guru besar ekonomi Universitas Brawijaya Prof Dr Ahmad Erani Yustika mengatakan, pengaruh depresiasi rupiah menjadi faktor pemicu inflasi dari sisi impor. Impor Indonesia masih cukup tinggi untuk keperluan bahan baku dan itu menyebabkan harga barang menjadi mahal. Jika ini terus terjadi, maka tingkat suku bunga kredit tidak bisa diturunkan sehingga makin menekan investasi. Pemerintah harus berjuang menjaga inflasi agar tidak lebih tinggi dari 7%.
“Nilai tukar rupiah sepanjang 2015 diperkirakan akan berada di kisaran Rp 11.800 – Rp 12.250. Pemerintah punya ruang untuk memerkuat rupiah asalkan defisit transaksi berjalan bisa ditekan (baik dari sumber neraca barang, jasa, maupun modal), inflasi dapat dimitigasi secara baik, dan instabilitas sektor keuangan dihindari. Ini tentu saja pekerjaan yang tak mudah di tengah awan turbulensi ekonomi global,”
Dia pun menambahkan pergerakan rupiah masih berfluktuasi bergantung pada publikasi berbagai data ekonomi domestik maupun global. Namun, dalam tren jangka menengah hingga jangka panjang, rupiah tidak memiliki faktor-faktor yang kuat untuk mendorong penguatan. Kurs rupiah masih berisiko besar untuk kembali terdepresiasi karena berbagai masalah masih mengadang, antara lain perubahan kebijakan ekonomi di negara maju seperti Amerika Serikat.
Pokok pangkal kemerosotan nilai rupiah sebenarnya karena suplai dolar AS yang masuk lebih rendah ketimbang US$ yang keluar dari Indonesia. Hal ini disebabkan oleh defisit neraca perdagangan yang cukup tinggi, ini akibat tingginya nilai impor dibandingkan ekspor nasional, terutama untuk komoditas bahan bakar minyak (BBM) dan pangan. Padahal, pelemahan ekspor berarti pengurangan devisa masuk. Akibatnya, kemampuan membayar barang impor pun melemah, cadangan devisa terkuras, sementara kebutuhan US$ terus meningkat yang akhirnya menguatkan nilai tukar dolar AS terhadap valuta lain di pasar global.
“Jika pemerintah serius menyelesaikan terpuruknya rupiah, penguatan fundamental ekonomi harusnya tegas memutus pembelian BBM impor. Ketergantungan kepada BBM impor, meskipun harganya saat ini terus anjlok tetap menguras persediaan US$ dalam negeri. Kedua, pemerintah harus konsisten melepaskan Indonesia dari cengkeraman pangan impor. Ketiga, menguatkan sisi suplai valuta asing agar ekspor kita memiliki daya saing, seperti efisiensi kelembagaan ekonomi pasar yang berbiaya murah. Selama nilai rupiah tetap tenggelam dibandingkan US$, pertanda perekonomian bangsa masih berpotensi melemah”
Pemerintah perlu mengeluarkan suatu kebijakan di sektor rill agar mendorong pertumbuhannya. Neraca perdagangan defisit mengakibatkan transaksi berjalan defisitnya semakin melebar, karena biasanya defisit di sektor jasa, pendapatan dan sebagainya itu bisa diatasi dengan surplus neraca perdagangan. Namun, dengan perkembangan nilai komoditas saat ini, sepertinya susah mengharapkan surplus di neraca perdagangan karena ekspor kita masih melambat sedangkan impor dan kebutuhan investasi semakin tinggi,
Neraca perdagangan Indonesia di sektor gas tidak bagus, karena harus mengimpor banyak dari luar karena gas di domestik tidak bisa mencukupi kebutuhan dalam negeri. Permasalahan tersebut menciptakan sentimen negatif ke pasar Selain itur, karena di satu sisi yang diandalkan oleh Indonesia yaitu kebijakan moneter seperti intervensi maupun kebijakan suku bunga.
Meski ada depresiasi kurs tapi belum bisa mampu memperbaiki neraca perdagangan nasional. Mengingat 60% ekspor nasional berupa barang non migas barang komoditas yang notabene harganya sedang jatuh. Sedangkan dari sisi manufaktur sendiri bahan bakunya mayoritas impor, jadi depresiasi kurs tidak banyak menguntungkan bagi Indonesia.
Oleh karenanya jika memang pemerintah ingin memanfaatkan momen depresiasi kurs ini lebih menguntungkan, maka pendekatan yang harus dibuat pemerintah yaitu dengan bagaimana mendorong agar industri hilir dan menengah ini bisa berkembang agar impor bahan baku bisa ditekan. "Ekspor kita masih terbatas komoditas bahan mentah yang nilainya tidak besar, sedangkan impor kita juga tinggi sehingga sulit untuk bisa menekan defisit neraca perdagangan nasional.

0 komentar:

Posting Komentar